Twin
Aku duduk termenung di sebuah halte. Tak memikirkan suatu hal apapun di
fikiranku. Wajahku yang tadinya menunduk kini ku tengadahkan menatap lurus ke
arah jalanan. Aku melihat gambaran gadis kecil yang begitu manis menggenggam
lolipop di tangan kanannya, ia berjalan di sebrang jalan tempatku duduk. Senyum
manisnya mengembang, membuat kedua sudut bibirku ikut membentuk sebuah
senyuman. Gadis kecil itu menangis dengan tiba-tiba, permen lolipop yang di
genggamnya terjatuh diatas tanah. Tatapan senduku memperhatikan anak kecil itu.
Kedua tangan kecilnya mengusap lembut matanya, air matanya mengalir deras. Pandanganku
beralih menatap seorang remaja laki-laki, usianya sebaya denganku. Aku
memperhatikannya, ia berjongkok ke arah gadis kecil itu. Tangannya bergerak
mengusap lembut puncak kepalanya. Senyumannya mengembang, ia nampak mengambil
sesuatu di saku bajunya. Sebuah permen ojek di berikannya pada gadis kecil itu,
tangisannya berhenti walau masih menyisakan isakan. Gadis kecil itu kembali
tersenyum dan memeluk laki-laki itu sekilas.
Kini laki-laki itu kembali menegakkan tubuhnya. Ia berjalan menyebrang
ke tempat di mana aku memperhatikannya sedari tadi. Sekarang ia tepat berdiri
di hadapanku, tersenyum padaku, dan menggenggam tanganku. "Kau sudah menungguku
lama?" dengan berjalan seiringan dengannya, ia melontarkan pertanyaannya
padaku. Aku menggeleng "Tidak juga," jawabku. Aku masih
memperhatikannya dari sudut pandangku walau aku berjalan di sampingnya.
Pandangannya menoleh menatapku, senyumnya kembali tersungging dengan indah.
"Kau begitu mengagumiku kah?" pandanganku mengernyit dan mulutku tak
kuasa berumpat dalam kediaman. Percaya dirinya begitu tinggi, dan itu sangat
membuatku muak.
"Hei ayolah, jangan marah!" tukasnya membuatku kembali
menatapnya normal. "Kenapa kau setia menunggu disana?" pertanyaannya
membuatku menoleh cepat menatapnya. "Bukankah jika aku tidak menunggumu,
kau akan menangis dan menyalahkanku?" terangku yang membuat mata hazelnya
membulat mendengar pernyataanku.
"Kenapa sekali kau berucap, membuatku menyesal telah mengajakmu
berbicara? Dasar!" tangannya melayang menoyor kepalaku lembut. "Oh
iya, siapa gadis kecil yang kau beri permen itu?" tanyaku mengubah topik
pembicaraannya. Dia tersenyum "Gadis kecil itu, anak tetangga samping
rumah. Dia memang sangat menyukai permen." jelasnya. Aku mengangguk kecil.
"Kenapa?” tanyanya. Aku menatapnya sekilas dan tak menjawab.
Kediaman menyelimutiku. Hingga dirinya kembali membuka pembicaraan. “Bukankah
kau tidak menyukai anak kecil?" pandangannya menatap heran ke arahku. Dan aku
hanya menatapnya datar. "Sekedar memperhatikan bukan berarti aku menyukai
anak kecil, kan?" tegasku padanya. Ia tekekeh "Lalu, siapa yang kau
sukai?" tanyanya dengan wajah penuh selidik.
Aku mendengus "Pertanyaan bodoh!" aku memukul lengannya. Ia
tak memberikan respon apapun dan hanya mengusapnya dengan memandangku kesal.
Aku berhenti dari langkahku, ia mengikutinya walau pandangan bingungnya bisa
kulihat. Aku kembali berjalan ke arahnya dan naik ke arah punggungnya. Ia
menerimanya dengan terpaksa "Apa yang kau lakukan sebenarnya?" nada
suaranya meninggi satu oktaf. Aku tak menghiraukan dan tersenyum di balik
punggunngnya. Ku kalungkan kedua tanganku di lehernya "Sudahlah, ayo cepat
jalan! Aku segera ingin sampai di rumah. Kau tau, aku lelah menunggumu di halte
tadi." dengus kesalnya begitu kuat. "Kau benar-benar. Bagaimana bisa
aku mempunyai adik kembar perempuan seperti dirimu? hah" ia nampak kesal
dan kemudian meneruskan langkahnya dengan sangat tepaksa. Walaupun nampak
begitu, aku tau kalau dia sebenarnya sangat menyayangiku, bahkan sampai
kapanpun itu.
Komentar
Posting Komentar