Short Story - Pesan Terakhir Ivy


             Seorang gadis berwajah pucat pasi namun ia tetap terlihat cantik, senyum getir menyelimuti wajahnya. Ia berumur 17 tahun, ia tengah duduk di halaman beranda kamarnya. Menikmati semilir angin malam yang menghembus menusuk ke pori-pori tubuhnya yang dingin.

            “Sedang apa, Vy? Kau tau diluar udaranya sangat dingin. Sebaiknya kita masuk!”seorang pria dengan tinggi yang mencapai 178 cm tengah berjalan mendekat ke arah gadis yang di panggilnya Ivy. Gadis yang di panggilnya adalah adik perempuan yang ia sangat disayanginya. Dia tersenyum getir melihat adik kecilnya itu, mengusap lembut helai rambut hitam pekat adiknya.
   
            “Tidurlah! Ini sudah malam, Ivy.”

            Diaz, Kakak laki-laki dari gadis manis yang bernama Ivy itu membuat Ivy kini mengarahkan pandangannya ke arah Kakaknya itu dan tersenyum.

            “Kakak sendiri mengapa tidak tidur? Aku masih ingin menikmati dinginnya malam, Kak.”

“Kakak masih belum mengantuk, angin malam tidak baik untuk kesehatanmu Ivy...” Kini tatapan Diaz menjadi lirih dan memeluk Ivy. Tanpa sadar cairan segar berwarna merah kaluar dari hidung Ivy. Ya, Ivy kembali mimisan.

            Ivy adalah gadis yang ceria, ramah, baik, dan selalu bergaul dengan siapa saja, maka dari itu banyak yang suka menjadi temannya. Namun, hal yang sangat tidak di inginkan datang menyerang tubuh Ivy. Ivy terserang penyakit Leukemia atau biasa di sebut dengan Kanker Darah.

            Ivy sudah mengalami penyakit ini selama 2 tahun, dan Diaz baru mengetahuinya beberapa bulan ini. Dan penyakit Ivy sudah menjalar, bahkan dari salah satu organ Ivy terjadi pembengkakan di bagian hatinya. Ivy tak pernah menceritakan semua ini pada Diaz.

            Saat Diaz mengetahui penyakit Ivy pun, keadaan Ivy benar-benar serius dan kata Dokter, waktu Ivy untuk hidup pun hanya sedikit. Terbilang sangat memungkinkan. Diaz tak percaya, ia masih percaya akan adanya mukjizat yang nantinya akan Tuhan berikan pada Ivy. Karena, Diaz tau Tuhan sayang pada Ivy. Diaz menyuruh Ivy untuk ikut pengobatan penanganan penyakit Leukemia ini. Tapi, Ivy menolak.

            “Semua itu akan menyakitkan, Kak... Ivy tidak mau ikut pengobatan itu, biarlah waktu berjalan sesuai apa yang Tuhan jalankan.. Jika Ivy benar kembali padanya, Kakak harus ikhlas menerima semua itu...”ucap Ivy dengan penuh arti dari senyum yang ia sunggingkan saat ini.

            “Apa kau putus asa untuk menjalaninya, Ivy?”        
       
            “Aku tidak putus asa, Kak... aku hanya ingin menjalani hari seperti biasa, tanpa harus menjalankan semacam terapi, atau pengobatan... aku merasa semua itu, malah semakin membuat tubuhku sakit dan aku tidak bisa menahan semua rasa sakit itu Kak...” Diaz mulai terenyuh, dan kini mulai membantu Ivy untuk berjalan melangkah ke arah ranjang Ivy.

            “Tidur yang nyenyak dan juga semoga mimpimu indah malam ini, Ivy!”
      
            “Iya, Kak... kau juga, semoga mimpimu indah...” Ivy mulai memejamkan matanya dan Diaz pun kembali menuju ke kamarnya.


***


            Keesokan harinya, Diaz yang sudah terbangun dari tidurnya dan mulai menuju ke kamar Ivy untuk membangunkannya. Diaz mulai masuk ke kamar Ivy dan mulai membangunkan Ivy. “Ivy, bangun. Ayo kita sarapan... apa kau tidak lapar?”
      
            Diaz terus membangunkan Ivy. Namun, Ivy tetap tak merespon, bahkan tak bergerak sedikit pun. Diaz merasa aneh dan mulai duduk di ranjang dan memandang ke arah Ivy. Diaz mulai mennggenggam pergelangan tangan Ivy.
  
            Mata Diaz mulai berkaca-kaca, tangan Diaz mulai mengarah ke arah hidung Ivy. Tak ada hembusan nafas dari arah hidung Ivy, detak jantung Ivy pun kini tak berdetak dan terbilang berhenti. Saat itulah, Ivy meninggalkan dunia ini. Kini Diaz pun tak mempunyai siapa-siapa lagi.

            Saat Diaz kembali dari pemakaman Ivy. Diaz berjalan lunglai menuju ke arah kamar Ivy. Diaz mulai masuk dan duduk di ranjang Ivy. Diaz memperhatikan setiap sudut kamar Ivy. Tanpa sengaja, Diaz menemukan sepucuk surat berada di atas meja rias Ivy. Diaz pun mengambilnya dan mulai untuk membacanya.


Untuk: Diaz

      Diaz, Kakakku. Mungkin saat kau membaca surat ini, aku sudah bersama Tuhan. Aku hanya ingin memberimu nasihat. Jaga dirimu sebaik mungkin, jalani harimu dengan hari baru. Kau boleh mengingatku. Namun, kau jangan menyiksa batinmu untuk selalu menangisi dan meratapiku. Aku akan bahagia berada di sisi Tuhan, kau harus bisa meneruskan hidupmu dan menggapai impian yang kau impikan. Aku akan terus melihatmu dari atas, dan berdoa yang terbaik untukmu. Jaga dirimu Kak, Aku adikmu yang selalu menyayangimu.

Dari: Ivy

Komentar

Postingan Populer