Feeling Blessed


“Kau tahu, aku sudah lama menyukaimu. Yang selama ini dekat denganku lebih daripada yang lain adalah kamu” - Highlight

Saat itu aku sedang berjalan di sebuah ruangan yang cukup besar. Tempatnya begitu meriah tapi mataku hanya tertuju pada satu titik yang sangat ku dambakan. Aku melihatnya tersenyum kaku seperti biasanya, seperti ia yang tidak begitu suka dalam keramaian. Tapi ia harus memaksakan dirinya untuk beradaptasi pada sebuah acara yang ia rayakan pada hari ulang tahunnya.

Aku datang mendekat ke arahnya dan beberapa teman wanita yang sedang mengelilinginya saat itu. Aku tersenyum ke arahnya dan juga ke teman-teman yang lain.

“Kenapa kalian tidak menjabat tangannya dan mengucapkan selamat padanya?” aku mengatakan itu sembari menggantungkan tanganku yang ingin bersalaman dan bersentuhan dengannya. Namun aku mencoba menyingkirkan fikiran tersebut. Sampai sebuah sentuhan hangat di tanganku tersampaikan dengan rasa yang cukup membuatku terkejut. Ia menggenggam tanganku dan mengajakku bersalaman, namun dengan cukup ragu.

Memang benar, saat aku yang beberapa menit berdiri disekitarnya dengan membuat sedikit lelucon pada teman wanita yang lain. Namun ia tetap memperhatikanku sepersekian detik. Bukannya aku terlalu percaya diri, tapi aku mataku selalu berhasil bertabrakan dengan tatapannya. Leluconku selalu mencoba untuk mencocokkannya dengan beberapa teman wanita yang ada di sekitarku dan dia. Dan, saat terjadinya dia yang menggenggam tanganku dengan sengaja. Ia mencoba membisikkan sesuatu padaku, seperti sebuah pernyataan rahasia yang tak boleh di dengar siapapun.

“Yang selama ini lebih dekat denganku itu kamu, daripada dengan yang lain” dia mengatakan hal itu padaku tanpa aku duga. Tanganku masih tergenggam ditangannya dan aku masih terhanyut dengan apa dia katakan barusan. Aku tidak percaya, aku juga tidak mengerti harus menanggapi ucapannya seperti apa. Haruskah aku bahagia? Haruskah aku memeluknya? Walaupun sebenarnya dalam fikiranku ada fikiran yang menolak untuk memikirkan suatu hal yang harusnya ku pertimbangkan terlebih dahulu.

Setelah ia berhasil melepas genggamannya, aku tersadar bahwa ekspresinya cukup kesal dengan respon yang kuberikan. Aku bingung, dan aku mengejar langkah kakinya hingga aku dan dia berada di sebuah koridor yang cukup sepi saat itu. Karena aku tidak melihat banyak lalu lalang orang dan kami berhenti beberapa langkah tepat seperti di depan pintu exit.

“Van, tunggu!” aku berusaha mencegahnya dengan mencengkram kedua lengannya.

“Kau tahu, aku sudah lama menyukaimu. Yang selama ini dekat denganku lebih daripada yang lain adalah kamu” lagi-lagi aku terkejut, aku sangat terharu dengan pernyataannya. Aku tahu ekspresi wajahnya masih kesal saat itu denganku. Tapi aku tetap merasa terharu, namun sebuah fikiran dilema menyelimutiku. ‘Lalu aku harus bagaimana dengannya?’ itu sekelebat pertanyaan yang membuatku dilema saat harus menanggapi jawaban apa yang harus kuberikan pada Evan.

Tiba-tiba bulir air mata sudah terjatuh membasahi pipiku. Aku mencengkram kuat kedua lengan pemuda yang berdiri dihadapanku saat ini. Aku merasa bahagia dan berharga karena di cintai olehnya, yang ku kira dia dulu tak akan pernah melihatku sedikitpun. Namun pada kenyataannya dia justru memendam persaannya selama ini.

“Aku memendam semuanya selama ini. Aku takut kamu tidak akan menerimaku” tuturnya dengan sebuah pengucapan seperti dia biasanya yang selalu berwibawa.

“Aku... aku menunggumu selama ini, Van. Aku pikir kamu tidak pernah melihat kehadiranku” tangisanku mulai pecah. Aku menangis dalam pelukannya. Dia mengusap rambutku lembut.

“Aku menunggumu selama 5 tahun ini, Van” tangisanku semakin tak terkontrol. Namun aku merasa sangat bahagia karena merasa di cintai oleh orang hebat sepertinya dan yang sangat tidak terfikirkan bahwa dia juga mencintaiku. Dia melepas pelukannya perlahan, menatapku yang berantakan karena tangisan pecah diwajahku. Dia sama sekali tidak ilfeel. Justru ia bantu mengusapnya dengan tangan kosong dan melihatku dengan senyuman manis yang terukir di bibirnya.

Saat itu aku berfikir, lebih baik memang aku menerima Evan. Karena aku tidak pernah merasa sangat dicintai dengan sedemikian dalam. Lebih baik aku memilih Evan, karena aku tau dia akan membahagiakanku. Saat itu aku ikut tersenyum ke arahnya, aku benar-benar merasa lega, merasa dicintai. Aku benar-benar tidak menyangka dengan pernyataannya yang mengatakan bahwa dia menaruh hati padaku. Aku tidak percaya. Saat aku dan dia saling menatap dia tersenyum dengan sangat manis, persis seperti apa yang sangat ku suka darinya. Kemudian dia mendekat dan mengecup bibir atasku sekilas beberapa kali. Saat itu juga, perasaan kecewaku pada sesuatu yang ber-atas-namakan ‘CINTA’ hilang seketika. Bahkan aku merasa sangat dicintai dengan tulus dan sangat merasa bahagia.

Komentar

  1. Wooow... Udah lama gak baca hasil karyamu wiak. Huhu kurang panjang niihhh...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer