Only Dream
Saat itu aku sedang berada di sebuah universitas yang
tak lain tempat tersebut adalah tempat dimana aku menimbah ilmu berikutnya.
Tidak merasa asing, tidak merasa aneh dengan lingkungan sekitar. Satu hal yang
tidak ku percayai saat itu. Aku melihat Dia disana. Didepan mataku, tepatnya.
Dia berbincang dengan beberapa orang dengan senyum lebar di bibirnya. Yang ku
yakini saat itu, bahkan masih tak bisa ku percaya. Dia se-universitas denganku.
Aku tidak tau bagaimana kita bisa satu universitas, karena aku sangat tau bahwa
dia satu tahun lebih dulu dariku dan kita harusnya berada di universitas yang
berbeda. Saat aku masih larut dalam semua pemikiran aneh dalam benakku, dia
berjalan mendekat menghampiriku dengan senyum lebar di bibirnya.
"Kamu ngapain disini?" Pertanyaan itu
terlontar begitu saja di bibirku. Aku sama sekali tidak tersenyum padanya,
justru aku masih terheran-heran dengan keberadaannya. Dia tetap tersenyum, lalu
mengedarkan pandangannya sebentar. Saat itu aku merasa bahwa di tempat itu
hanya ada aku dan dia. Aku dan dia berada di tempat dimana kita hanya berdua
saja, aku tidak merasa ada orang lain selain dia saat itu. Pandangannya sudah
kembali menatap ke arahku. Aku masih terdiam melihatnya tanpa suatu ekspresi
yang berarti.
"Aku menyesal. Ternyata tidak ada orang yang
sayangnya ke aku setulus kamu" akunya yang tidak membuatku tercengang,
terkaget dan tertegun. Fikiranku langsung berkelebat memikirkan bahwa dia sudah
dikhianati oleh tunangannya sendiri waktu itu. Ia yang akhirnya ditinggalkan
oleh seseorang yang dia sayang. Yang akhirnya si perempuan tersebut menikahi
pria yang lebih mapan darinya, mungkin. Aku menatapnya datar. Dia masih
tersenyum lebar. Yang ku pahami dari apa yang dia katakan barusan, dia berusaha
untuk kembali padaku, mendekat padaku, lagi. Aku tidak mengatakan apa-apa
padanya. Namun dari beberapa kegiatan yang kita alami kemudian, memang benar
bahwa kita berdua menjadi lebih dekat. Tapi aku masih tidak mengatakan apa-apa
padanya.
"Kalian balikan?" Sampai ada seseorang
bertanya hal itu padaku dan dia. Aku melihatnya, "Dia belum
memutuskan" Itulah jawaban yang dia berikan pada seseorang yang bertanya
tersebut. Dalam benakku saat itu, aku senang, aku ingin tersenyum ketika
melihat wajahnya yang benar-benar bisa aku lihat dengan intens saat itu. Namun,
aku sangat merasakan bahwa hatiku ragu. Aku tidak bisa memutuskan. Walaupun ada
secuil rasa sayang yang aku rasakan lagi padanya saat itu. Tapi, aku berat jika
harus mengatakan bahwa aku akan kembali padanya. Jadi, aku memutuskan untuk
tetap diam saat itu. Karena aku, merasa dilema oleh perasaanku sendiri pada
waktu itu.
Komentar
Posting Komentar