Kilas Balik
Bandara adalah tempat bahagiaku. Walaupun bisa jadi tempat terburukku.
Tapi aku senang bisa melihat pesawat besar yang ia tumpangi itu datang
dan membawanya kembali padaku. Sedihnya ketika kendaraan yang bisa
terbang itu membawanya pergi ke langit dan meninggalkanku untuk
sementara. Ya, sementara. Setidaknya di kemudian hari aku bisa
melihatnya lagi, walaupun batas rindu kami terhalang oleh jarak.
Mungkin
memang terdengar klise dan cukup umum. Jika bandara adalah tempatnya
perpisahan dan penjemput oleh pejuang LDR seperti kami. Aku dan dia
sudah dua tahun bersama walaupun terpisahkan oleh jarak.
Aku
percaya padanya, dan dia juga percaya padaku. Aku tidak akan pernah
meragukan kepercayaannya karena dia satu-satunya pria yang ku kenal
dengan sifatnya yang dingin, namun tegas. Aku juga tidak tau bagaimana
bisa ia kembali menyukaiku waktu itu. Aku rasa ketika kami bertemu juga,
hanyalah sebuah kebetulan.
Benar-benar hal yang tidak aku
fikirkan sama sekali bisa bertemu dengannya tanpa sengaja di gereja
waktu itu. Dia yang tengah sibuk mendekorasi pohon natal bersama seorang
pemuda yang tidak ku tahu bahwa seseorang itu adalah saudaranya.
Tanggal 24 Desember, dimana dia bersiap untuk menyambut hari natal pada
hari itu. Aku, yang pada saat itu mengekor Ayahku karena kerjaan yang
mengharuskannya berada di gereja juga. Aku dan ayahku, Islam. Saat itu
aku ikut ke gereja bersama ayahku karena aku suka melihat ayahku kerja,
dan kebetulan gereja dimana aku bertemu dengannya adalah tempat ayahku
mendapat tawaran pekerjaannya.
Tempat yang tidak biasa kami
datangi. Dan justru aku malah mengenal seseorang di sana yang ku yakini,
aku tertarik padanya saat itu. Karena dengan berani aku diam-diam
mengambil fotonya tanpa seizin darinya. Dan benar saja, dia mengetahui
hal itu dan dia marah padaku. Lalu menghapus semua foto yang ada di
ponselku tanpa perduli aku yang melihatnya dengan takjub. Saat itu aku
tidak menyesal atau berharap apapun.
21-01-21
Komentar
Posting Komentar